Monday 30 June 2014

Cicit cuiitt di Penghujung Juni


Pernahkah kau merasa lelah melakukan hal-hal yang dulu pernah kau sukai dan kau anggap sebagai passionmu? Pernahkah kau merasa bosan yang teramat sangat pada kehidupan sehari-hari yang kau lalui? Pernahkah kau merasa kehilangan semangat karena kemonotonan harian yang membuatmu merasa seperti robot?
Aku pernah!

Saat ini aku merasakannya. Apa yang kulakukan sekarang tak pernah muncul dalam otak idelisku dulu. Saat – saat di mana aku bekerja. Apakah semua orang yang bekerja akan mengalami hal ini ? mengalami kebosanan yang sangat karena ritme dan rutinitas harian yang sama dan berulang-ulang ?  Ketika aku mengeluhkan ini, aku sering dianggap kurang bersyukur, seharusnya aku bersyukur dengan apa yang aku lalui, mendapatkan pekerjaan itu bagi sebagian orang bukanlah hal mudah, tapi aku yang sekali ‘tembak’ langsung diterima, mengapa mudah sekali mengeluh ? Apakah karena pekerjaan yang aku lalui sekarang tak sama dengan ekspektasi awalku ? seharusnya, ya seharusnya aku tak mengeluh dan harus paham konsekuensi yang aku dapatkan dari keputusanku untuk menjalani pekerjaan ini.

Berkali-kali pikiran bosan, suntuk, dan yang buruk-buruk itu begentayangan di kepalaku, berkali-kali pula berusaha kulawan dengan gelombang positif dan hal-hal yang seharusnya aku syukuri. Namun entah mengapa, pikiran buruk itu seperti bahaya laten, yang sewaktu-waktu dapat muncul kembali dan membuatku merasa berat menjalani hari-hariku. Aku merasa tidak ‘bebas’. Orang tuaku selalu membebaskanku memilih apapun, tentunya yang bertanggung jawab, karena mereka yakin aku telah paham dengan resiko yang aku tanggung nantinya. Kenapa di sini aku seperti merasa ‘terkungkung’ ? Apakah karena masalah tempat yang memang jauh dari pusat kota? Apakah karena aku tak bisa bebas memilih untuk masa depanku? Apakah hari libur yang terlalu dibatasi sehingga tidak bisa menyalurkan hobi travelingku? Yang jelas aku merasa ‘hampa’. Terlihat sok sibuk, padahal tak banyak pekerjaan yang harus kukerjakan. Kadang aku merasa ‘useless’, aku memang suka sekali merasa bahagia jika dibutuhkan. Karena dengan itu aku jadi merasa bermanfaat. Apalagi tidak ada seseorang yang spesial yang menyemangatiku, hmm.. (oke, lupakan). Keluar dari pekerjaan sekarang? Rasanya tak akan mudah. Tak ada alasan yang bisa mendukungku. Sebentar lagi juga akan program yang akan membuat hariku sibuk, entah kapan. Lagipula aku juga tidak enak untuk ‘menghancurkan’ impian direkturku yang sudah mulai bersinar lagi dengan kedatanganku di sini.

Well, sebenarnya aku cukup kerasan di sini, teman kerja yang baik, murid-murid yang menyenangkan, ibu direktur yang sangat baik dan dermawan, serta lingkungan religius yang kondusif yang tak hanya memikirkan materi duniawi tetapi juga untuk kepentingan setelah mati. Kata ibuku, aku tidak boleh egois. Hidup dengan banyak orang membutuhkan tingkat kedewasaan yang tak hanya dinilai dari bertambahnya umur saja, tetapi juga kedewasaan berpikir dan memahami sesama. Aku harus bersabar dan menahan rasa egoisme. Masih banyak impian yang harus kukejar. Memikirkan impianku terus-menerus memberikan 2 efek pada diriku. Pertama aku merasa bahagia karena pikiranku sedikit terslimurkan kalo kata orang jawa,hehe. Oleh karena itu aku juadi semakin termotivasi untuk menggapai impianku. Kedua, aku merasa suntuk. Apalagi mengetahui dari jejaring sosial bahwa teman-temanku telah mewujudkan cita-citanya dan telah melesat jauh dari terakhir kali kubertemu mereka. Mungkin aku merasa iri, ya tentu saja. Aku bahkan kadang menyalahkan diriku yang terdampar di sini. Entahlah.

Ya sudahlah, aku memang harus bersabar. Jika memang ini adalah jalan yang harus aku tempuh untuk mewujudkan impianku, semoga petunjukNya dan kasih sayangNya tak pernah habis untukku dalam menelusuri jalan ini. Ketika aku ingin cerita saja, aku tak tahu siapa yang akan kujadikan ‘tempat sampah’, oleh sebab itu aku menulis di sini. Tak apa, begini terasa ringan, untuk mengacaukan pola harianku. Bagaimanapun aku tak mau terjebak dalam zona nyaman. Semoga di sini aku dapat meningkatkan prestasi di bulan Ramadhan yang beberapa tahun terakhir ini kurang ‘mengena’ buatku.

Bismillah.
Hari pertama kerja di bulan Romadhon.
Penghujung Juni, 30062014. 

Wednesday 18 June 2014

Catatan Pertengahan tahun 2014.



Hari demi hari berlalu. Banyak hal-hal yang kualami belakangan ini, namun aktivitas menulisku semakin padam. Bahkan untu sekadar menulis blog pun tidak sempat. Tidak sempat? Ah itu hanya alibi, akal-akalanku saja. Sebenarnya aku punya banyak waktu untuk menulis, namun entah mengapa kata-kata dalam kepalaku seakan membeku, tak seperti dulu yang bisa mengalir seperti air sungai di musim penghujan. Semenjak tulisan fiksi yang kukerjakan bersamaan dengan skripsi yang kukirimkan pada penerbit ditolak, aku enggan untuk meneruskan aktivitas yang pernah kuanggap sebagai passionku. Tampaknya kini harus kupikirkan kembali makna passion itu, apakah benar itu passionku? Apakah benar saat menjalaninya aku benar-benar seperti menemukan duniaku? Aku terus bertanya untuk menemukan jawabannya.
Beberapa hari yang lalu aku membaca ulang notes-notes di facebookku. Membaca postingan notes beserta komentar-komentar teman-teman memberikan semangat tersendiri buatku. Lucu sekali mengingatnya. Saran mereka, tanggapan mereka tentang karya yang pernah kubuat, baik berupa cerpen, puisi bahasa prancis ataupun kontemplasi dari hal-hal sederhana sehari-hari. Sungguh aku rindu saat-saat itu, saat-saat di mana aku masih sering melakukan diskusi sastra bersama kawan-kawan komunitas pegiat sastra, mata pena, LPM Mimesis ataupun klub penulisan di himpunan.
Kebekuan dalam otakku belum juga mencair, hingga suatu hari aku membaca blog salah satu kawan terbaikku yang memang lihai dalam menulis. Kerinduan itu membuncah lagi, dan kemudian aku membaca sebuah novel yang memang kuakui, diksi dan tata bahasa yang digunakan penulisnya sangat menggelitik syaraf kata-kata di kepalaku untuk menulis. Memang benar, stimulus untuk menulis adalah dengan membaca. Semakin banyak dan sering kita membaca, semakin banyak pula stok kata-kata yang ditampung di kepala kita, tinggal otak kita ini mampu menginstruksikan pada jari-jemari untuk merangkainya menjadi kalimat demi kalimat. Aku pun masih menyimpan naskah novel yang belum selesai, entah mau kubawa ke mana rasanya rasa percaya diriku menguap.
Demikian juga saat ini, di pertengahan 2014 ini, banyak hal yang seharusnya mulai aku persiapkan, namun tak kunjung kueksekusi. Ada banyak rencana di kepalaku apa yang akan kulakukan di 2015 mendatang dan di sisa 2014 ini rasanya tak ada hal yang ingin kukejar layaknya tahun lalu. Tahun ini aku menyebutnya zona nyaman. Sebenarnya aku tak terlalu suka dengan keadaan di zona nyaman karena tantangannya lambat-laun mulai menurun bahkan hilang. Rasanya tak ada yang membuatku bersemangat dan berapi-api. Aku takut terlena dalam buaian kenyamanan yang ketika nanti kita harus keluar dari zona itu, kita akan merasa berat. Aku tak ingin berlama-lama dalam zona nyaman ini, aku ingin petualangan yang mampu membuat dadaku berdesir dan mataku berkilat-kilat penuh semangat. Ketika melihat kawan-kawanku yang sukses meraih impiannya di usia muda, aku pun turut bahagia sekaligus ingin seperti mereka. Aku tak ingin menyia-nyiakan waktu yang diberikan Tuhan padaku ini dengan hal yang sia-sia. Aku tak pernah tahu kapan waktu dalam dimensiku akan berhenti. Aku ingin kembali berkarya. Menyemarakkan lagi dunia literasi. Semoga masih ada kesempatan untukku. Semangat Anna Semangka !
18062014





                                                                                                                                                                                            .