Tuesday 28 January 2014

Dialog Sepi





Jangan kau rampas sepi ini
Dengan segala hingar-bingarmu

Jangan kau kira sepi ini membunuhku
Justru dengan segala riuhnya menguatkanku

Sepimu bukan sepiku
Sepiku bukan pula sepimu
Kau terjebak dalam sepi
Yang kau buat sendiri
Aku berdialog dengan sepi
Dan Sesekali menertawakanmu

Pada bayangan kita yang terus menyalahkan sepi
ada riuhnya rindu yang bergemuruh deras menggilas mimpi
Ada euforia yang tak pernah berhenti
Mencari simfoni di balik tragedi
Ada suara yang lirih
Mencari setiap arti

Sepi mengajarkan Hati
Untuk selalu bernyanyi meski ia terus melingkupi
Dari tepi ke tepi
Jadi biarkan dialog ini mengalir
Bersama sepi yang selalu hadir
Entah kapan berakhir

28012014

Wednesday 22 January 2014

Poème De L’Amour.



Poème De L’Amour. (1924)

Par Anna De Noailles. (1876-1933)


I

Ce fut long, difficile et triste

De te révéler ma tendresse;

La voix s'élance et puis résiste,

La fierté succombe et se blesse.



Je ne sais vraiment pas comment

J'ai pu t'avouer mon amour;

J'ai craint l'ombre et l'étonnement

De ton bel oeil couleur du jour.

Je t'ai porté cette nouvelle!



Je t'ai tout dit! je m'y résigne;



Et tout de même, comme un cygne,

Je mets ma tête sous mon aile...



II

Comprends que je déraisonne,

Que mon coeur, avec effroi,

Dans tout l'espace tâtonne

Sans se plaire en nul endroit...



Je n'ai besoin que de toi

Qui n'as besoin de personne!



Terjemahan bahasa Indonesia :

Puisi Cinta (1924)
oleh Anna de Noailles  (1876-1933)
diterjemahkan oleh Anna Rakhmawati 
Telah lama, susah dan sedih ini kurasakan

Tuk ungkapkan rasaku padamu

Suara datang menyerbu lalu tertahan

Kebanggaan telah kalah dan terluka



Entah bagaimana ku tak benar-benar tahu

Ku dapat nyatakan cintaku padamu

Ku takut akan bayangan dan rasa heran

Dari mata indahmu yang menyiratkan warna hari

Ku kan bawakan kabar ini, padamu



Tlah ku katakan semua padamu!

Aku pasrah;



Dan semuanya hanya, bagai seekor angsa

Kuletakkan kepalaku di bawah sayapku


II

Pahamilah bahwa ku meracau,

Bahwa hatiku, dengan kegelisahan

Dalam ruang hampa meraba-raba

Tanpa bisa bahagia di tempat apapun



Ku hanya butuhkan dirimu

Yang tak membutuhkan seorangpun





Puisi ini merupakan cuplikan 2 bab awal dari 175 bab puisi "Poème De L’Amour" yang ditulis oleh seorang penyair dan penulis asal Prancis, Anna de Noailles yang terlahir dengan nama Princess Anna Elisabeth Bibesco-Bassaraba de Brancovan. Ia menikah dengan Mathieu Fernand Frédéric Pascal de Noailles (1873–1942) yang merupakan anak ke-4 dari Duke ke-7 de Noailles dan menjadi bangsawan Paris. Anna menulis 3 novel, sebuah autobiografi dan beberapa koleksi puisi. Ia merupakan wanita pertama yang menjadi Commander of the Legion of Honor,wanita pertama yang menerima penghargaan tersebut di Royal Belgian Academy of French Language and Literature dan ia dianugerahi "Grand Prix" Academie Francaise pada 1921.



sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Anna_de_Noailles





Monday 20 January 2014

Bianglala Pagi Hari

Pagi masih setia dengan dingin. Matahari belum menampakkan sinarnya karena mendung masih menggelayut di langit kota kelahiranku. Namun demikian, aku sudah harus kembali bertugas kembali ke rutinitasku di rantau. Bis yang akan membawaku kembali telah siap di pintu terminal. 

Kulihat Ayah masih menunggu hingga bis yang kutumpangi berjalan. Ayah selalu mengantarku ke terminal meski badannya kurang sehat. Ayahku yang selalu mencintai dalam diamnya, selalu bertanya padaku bagaimana keadaanku di sini, rencana masa depan, apa yang kudapat dsb. Pertanyaan ayah kujawab dengan curhatan dan tenggorokan yang tercekat. Ada kabut yang samar  menutup cerita masa depan. Ada air mata yang ingin tumpah namun kutahan. Padahal sebelumnya, ketika aku masih bersekolah atau kuliah, aku lebih sering curhat pada ibu. Kini pada ayah, aku menceritakan segala suka duka di rantau, rencana masa depan, dan pelajaran berharga yang kudapat dari sini. Ayah pun tak henti-hentinya menasehatiku dan mengingatkanku untuk selalu dekat padaNya. Ya, walaupun sudah menginjak hampir 23 tahun, aku tetaplah “beloved little daddy’s daughter” mungkin sampai nanti aku memiliki daughter sendiri.
Hari ini, 20 Januari, tepat 3 bulan semenjak kepergianku untuk merantau. Dengan melewati rute yang sama dengan pertama kalinya kukepak koper dan kupanggul ransel, aku berangkat kembali ke jombang. Banyak hal yang telah kupelajari di tempatku sekarang. Aku lebih suka menyebutnya belajar daripada bekerja, karena pada intinya aku belajar bekerja. Belajar untuk hidup mandiri dan tentu saja belajar untuk lebih memaknai kehidupan dan bermasyarakat. Kini aku tahu, apa yang harus kulakukan. Aku yang biasanya kerap kali mudah bosan terhadap suatu rutinitas, kini aku akan berusaha untuk mencari “alasan” untuk tetap bertahan dan terus berkarya. Alasan-alasan itulah yang harus kutemukan untuk membuatku “hidup” dalam hari-hariku yang berbeda dengan saat menjadi mahasiswa yang dinamis dan tak pernah bisa diam. Apalagi pada kenyataannya, tidak ada suatu pekerjaan yang benar-benar enak. Semua selalu ada resiko dan pengorbanannya karena tak semua kenyataan yang terjadi adalah yang kita harapkan sebelumnya. Tinggal bagaimana kita menyikapi dan menghadapinya. Aku berharap di sini, ilmu yang telah kupelajari menjadi bermanfaat. Bukankah sebaik-baiknya orang adalah orang yang bermanfaat bagi sekitarnya? Semoga. 

Hujan gerimis mewarnai pagi ini. Sinar matahari tampak bersinar cukup terang di Kota Batu. Namun, Gunung Panderman tampak masih dipeluk oleh kabut putih dan suhu udara yang rendah. Mendung masih menggantung tebal di atas Gunung Panderman. Tak disangka, sebuah pelangi melengkung indah berlatar belakang hutan dan gunung. Indah sekali ^^ Quelle magnifique! Aku sangat menikmati pemandangan tersebut. Aku teringat lukisan yang pernah kubuat semasa kuliah. Tentang bianglala berlatar belakang gunung dan hutan yang melengkung di antara derasnya air terjun. Bianglala, masih saja terus menginspirasiku untuk berkarya. Bianglala harapan.

Masih ingatkah secuil lirik lagu hujan bulan Desember dari Efek Rumah Kaca? “Seperti pelangi setia menunggu hujan redaaaa” . Aku ingin seperti pelangi yang setia. Menyeruak di antara tarian hujan.  Tetap setia dalam berkarya. Tetap setia dalam menunggu kejutan masa depan yang kuusahakan kini. Teruntukmu, pengagum hujan. Aku tahu hujan selalu membuatmu bahagia. Rintik gerimisnya romantis mengundang nostalgia lama. Namun ada kalanya derasnya hujan menjelma bencana yang miris. Namun yakinlah, pelangi itu akan muncul di saat cahaya sinar mentari harapan itu kau biarkan menembus hatimu yang dingin oleh hujan bahkan badai yang kau lalui. Aku percaya itu. Seperti aku percaya pagi ini menawarkan kejutan manis, walau gerimis, dan kadang kala kita harus menangis untuk mengerti arti bahagia. 

Tetap semangat menyambut pelangi hari esok. ^^
20012014.

Thursday 9 January 2014

LA PARTICIPATION AUX 1ères ASSISES DU FRANÇAIS EN ASIE DU SUD-EST





J’étais contente quand j’ai obtenu une occasion pour participer une assises internationale du français à Jakarta. Je suis partie de Malang au 20 novembre 2012 avec mes amis, Tami et Oky par le train Matarmaja. C’était le voyage fatigant car nous sommes passés environ 20h dans le train. Quand nous sommes arrivés à Jakarta, nous avons contacté Nadia qui avait nous aidé de chercher un hébergement pour y rester. J’étais très heureuse car j’ai rencontré mes amis de l’autre université. Nadia, Icha, Anisya et Melly de L’UNJ, Marta de L’UNIMED, aussi Ryan et Marine de L’UNHAS. Ils étaient étudiants de la section française.  Sauf Nadia et Icha, c’était mon premier rendez-vous avec mes amis que j’ai connu de Facebook. J'ai aussi rencontré Norma et Ratih, elles sont les jeunes professeurs du français à l'IFI Surabaya et à Marong Prancis Ternate.
                Au 22 novembre, nous avons assisté 1­ères Assises du français en Asie du sud-est à l’hôtel Horrison qui a été organisé par l’ambassade de France en Indonésie et L’IFI. C’était gratuit pour s’inscrire. Il y avait aussi beaucoup de partenaires officiels. Nous avons rencontré et connu beaucoup de francophones qui étaient venus de pays différents. L’objectif de ces programmes était pour développer l’enseignement, l’apprentissage et l’utilisation  du français en Asie du sud-est. Ce jour là, j’ai choisi la formation pédagogique avec Madame Lemeunier de CIEP comme la formatrice. C’était intéressant car elle nous a enseigné l'apprentissage du français dans la maniére amusant. Cela sera utile à l'avenir quand je serai une enseignante.  Au deuxième jour, le 23 novembre 2012, j’ai préféré la table ronde qui avait parlé sûr l’apprentissage du français à l’université aux trois pays différents : En Indonésie, en Philippine et au Vietnam. Les prentateurs sont les professeurs du français en ces trois pays. Ils sont intelligents. Je me suis intéressée aux thèmes que les présentateurs et les participants avaient discuté. Donc j’ai obtenu beaucoup de nouvelles connaissances grâce à cette discussion. L’autre session qui nous avons aimé était le déjeuner. Les alimentaires qui ont été préparés par l’hôtel étaient très bons et délicieux. J’ai aussi obtenu un livre gratuitement de maison. À la dernière session, nous avons fait la conclusion de ces assises et puis nous avons pris des photos ensemble. L’ambiance était amicale. Grâce au français, il n’y avait plus frontière entre nous de faire la communication même si nous avons la nationalité et la culture différente. J’ai tiré beaucoup d’avantages de cette occasion. J’ai aussi connu quelques personnes qui s’étaient intéressés à l’enseignement du français et avaient cherché des jeunes professeurs. Cela me motivé de développer mes compétences du français et de faire des efforts plus sérieuse. Dans cette occasion aussi, j'ai rencontré et connu mme Irma, le responsable de pédagogique à l'IFI Surabaya et mme Afifa, qui devient ma directrice maintenant à Lesehan Prancis Unipdu Jombang. Nous avons aussi pu parler aux persons importants à l'ambassade de France, comme Monsieur Laurent Cricquet, Monsieur Nicolas Moreau et sa secretaire. C'était un moment rare et joyeux, hein? Donc, j'étais heureuse.
                Le dernier jour à Jakarta, le 24 novembre, mes amis et moi avons visité le festival japonais que les étudiants de la section japonaise de L’UNJ avaient organisé au leur campus. Actuellement, j'ai eu un espoir de se voir un ami qui étudie là mais malheureusement on n'a pas pu se voir ce jour là. Je ne sais pas quand on pourra se revoir encore. J'était un peu déçu, mais ça ira bien.  Après faire des achats, moi, Oky et Tami sont rentrés à Malang par le train. Mes amis de Makassar, de Medan, et de Jakarta ont fait une promenade aux sites touristiques de Jakarta. J’ai voulu bien mais malheureusement j’avais acheté le ticket du train pour rentre ce jour là. Voilà, mes expérience inoubliable de participer les assisses internationale du français et j’espère on se rencontrera encore à l’autre occasion.      

avec mes chers amis de l'IMASPI

avec tous les participants de cette assise

la formation pedagigique avec mme Lemeunier

le dernier jour de l'assise

le premier jour de l'assise

c'est moi :p