Thursday 18 October 2012

Mengapa takut berbeda?

Persamaan akan beberapa hal dengan seseorang memang membuatku senang. sama dalam hobi, passion, mimpi, kebiasaan sampai pemikiran. Sejak kecil, aku ingin sekali memiliki saudara kembar. Bodoh memang kedengarannya. Tapi aku suka sekali membayangkannya. Aku jadi nggak pernah merasa sendirian ketika membayangkannya.

Persamaan - persamaan tersebut membuat aku nyaman. Aku bisa bercerita tentang apa saja, bertukar pikiran, dan mencari solusi permasalahanku. Hal itu didukung pula dengan persamaan sifat dan sikap dalam menyelesaikan masalah. Lingkungan pertemanan dan background keluarga pun juga mempengaruhi. Entahlah.
Namun, Aku bersyukur mengenal mereka, karena seperti kutemukan kekuatan diriku yang lain dalam diri mereka. 



Aku baru menyadari, tak selamanya kita akan selalu bisa bersama dengan orang - orang yang membuat kita nyaman. Suatu saat nanti, Tuhan akan menaruh kita pada suatu lingkungan baru dengan orang - orang baru yang berbeda dengan kita, baik budaya, pemikiran, kepribadian, agama dan lain sebagainya.  Kita dituntut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan agar dapat bertahan. Tak ada yang mudah di awal, namun lama - lama juga akan terbiasa.

Aku pun jadi teringat akan kuliah Sejarah Pemikiran Modern dulu, kenapa sih orang Indonesia kok cenderung suka dengan yang sama yang seragam? Mungkin hal itu dipengaruhi juga dengan sistem pendidikan di Indonesia yang mengharuskan menggunakan seragam dan secara tidak langsung juga mempengaruhi cara berpikir yang cenderung komunal. Dampak pengaruh sosialis kah? Entahlah, aku tidak ingin membahas terlalu dalam di sini. Mungkin di coretan lain waktu saja.

Terlalu lama berada di zona nyaman dan dikelilingi oleh orang - orang yang "sama" akan membuat kita menjadi enggan berbeda, enggan berubah dan enggan belajar. Belajar memperbaiki diri dan belajar memahami orang lain yang "berbeda". Hingga suatu hari, kuceritakan pada seorang sahabatku, bahwa aku mengagumi seseorang yang mirip denganku. Aku seperti melihat bayangan diriku padanya. Hey, bukankah hal tersebut adalah bukti keegoisanku? Seakan tergila - gila pada sosok bayangan diri tanpa menghiraukan kelemahan - kelemahannya, yang berarti juga menjadi kelemahanku. Sahabatku pun berkomentar, bukankah untuk sebuah hubungan yang lebih serius sebaiknya mencari yang "berbeda" agar dapat saling melengkapi?
Berbeda di sini adalah berbeda dalam sifat. Bukan dalam hal - hal yang  secara prinsipal memang harus sama.

Sejenak aku tersadar, benar juga. Akhirnya dapat kutarik sebuah kesimpulan,
"Adanya persamaan merupakan langkah awal untuk memulai. Di balik persamaan itu pasti tersimpan perbedaan. Tak ada seorang pun dii dunia ini yang benar - benar mirip. Bahkan Anak kembar sekalipun. tinggal bagaimana cara kita mengelola persamaan dan perbedaan tersebut agar dapat berharmonisasi secara bersamaan."
Hal ini tidak hanya berlaku dalam menjalani hubungan personal saja, namun juga hubungan dengan suatu komunitas dalam organisasi ataupun masyarakat.

Jangan takut menjadi berbeda dalam berekspresi. Setiap orang berhak mengeluarkan pendapatnya dan menjadi dirinya sendiri.
Jangan enggan belajar mencari persamaan dalam perbedaan.  "Unity in Diversity" Seperti tema PK2Maba FIB 2011 tahun lalu yang sangat berkesan.

18/10/2012 00.42

Sunday 14 October 2012

Indonesia Raya


Indonesia tanah airku
Tanah tumpah darahku
Disanalah aku berdiri
Jadi pandu ibuku
Indonesia kebangsaanku
Bangsa dan Tanah Airku
Marilah kita berseru
Indonesia bersatu

Hiduplah tanahku
Hiduplah negriku
Bangsaku Rakyatku semuanya
Bangunlah jiwanya
Bangunlah badannya
Untuk Indonesia Raya
Indonesia Raya
Merdeka Merdeka
Tanahku negriku yang kucinta
Indonesia Raya
Merdeka Merdeka
Hiduplah Indonesia Raya
Indonesia Raya
Merdeka Merdeka
Tanahku negriku yang kucinta
Indonesia Raya
Merdeka Merdeka
Hiduplah Indonesia Raya

***
 National Anthem of Indonesia. Selama ini aku hanya mengumandangkan lagu Indonesia Raya ini ketika upacara bendera di sekolah ataupun pada saat upacara hari Nasional di balaikota. Tidak ada yang spesial ketika menyanyikannya atau mendengarkannya. Rasanya .... ya begitu - begitu saja. Biasa. Ah..mungkin aku yang kurang menghayatinya sepenuh hati. 

Namun...ketika memasuki bangku universitas, ketika statusku tak lagi seorang siswi, tapi menjadi mahasiswi, semua berubah. Semenjak bangku kuliah, tidak ada lagi ritual upacara bendera yang kuikuti demikian juga dengan lagu Indonesia Raya yang kudengarkan. Intensitasnya berkurang. Ketika intensitas kegiatan yang berhubungan dengan nasionalisme tersebut berkurang, justru aku mulai tertarik pada hal - hal yang mengandung sejarah, pergerakan, dan juga rasa nasionalisme. Semua itu kupelajari justru tidak di dalam kelas. Tetapi dalam kehidupanku sehari - hari, bagaimana seorang kawanku yang berwarga negara Prancis dengan bangganya mengibarkan bendera merah putih di puncak gunung dan menempelkan badge bendera merah putih pada tas ranselnya. Keingintahuannya terhadap budaya bangsa ini juga membuatku malu karena ternyata dia lebih paham ketimbang diriku yang sejak lahir sudah menghirup udara bumi pertiwi Indonesia. Kemudian aku juga belajar tentang pergerakan - pergerakan pahlawan yang menjadi inspirasi bagiku untuk ikut "bergerak" , aktif dan berani, setidaknya dalam lingkup kecil dahulu, lingkup komunitas di fakultas.

Saat itu, mungkin pertama kalinya sejak beberapa tahun aku menginjakkan kakiku di fakultas ini, diperdengarkan lagu Indonesia Raya. Kami pun turut menyanyikannya serentak, yakni pada saat pembukaan KOngres Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya yang dihadiri oleh segenap perwakilan dari LKM-LKM di FIB. Rasanya syahdu sekali setelah lama tidak menyanyikan serta mendengarkan alunan lagu ini. Hal ini merupakan ide kreatif dari seorang sahabatku yang juga aktif bersamaku di Dewan Perwakilan Mahasiswa FIB. "Biar seperti Kongres Pemuda waktu Sumpah Pemuda dulu", ujarnya. YA, lagu Indonesia raya ini pertama kali diperdengarkan adalah pada saat kongres Pemuda 28 Oktober 1928. Thanks guys ^^

Yang kedua adalah pada 09102012, ketika aksi damai yang dilakukan oleh ratusan mahasiswa FIB yang tergabung dalam #FIBBersatu menuntut pada pimpinan dekanat untuk memenuhi hak - hak kami sebagai mahasiswa yang tak kunjung diberi. Tuntutan kami adalah : Mengembalikan uang praktikum yang selama ini kenyataannya tidak ada praktikum dan memberikan ruangan sekretariatan bagi Lembaga Kedaulatan mahasiswa FIB seperti BEM, DPM, Himpunan dann UKM. Pada saat itu, kami menyanyikan lagu Indonesia Raya sebelum mulai Long March dari gedung Samanta Krida menuju Fakultas. Saat itu pula koordinator aksi juga mengibarkan bendera merah putih. Saat itu pula semangat kami menyala, seperti warna merah pada bendera merah putih. Perjuangan pergerakan kami pun dimulai. Tak ada lagi ragu, tak ada lagi takut akan DO, semua menyatu yakin bahwa harapan akan slalu ada selama ada usaha. Orasi dan yel - yel kami dengungkan sembari menanti hasil negosiasi para dewan dengan dekanat tanpa tindakan anarkis. Ratusan mahasiswa FIB berbagai angkatan dari berbagai program studi memenuhi jalanan depan gedung dekanat dengan damai dan berbudaya. Berbagai rencana telah kami persiapkan dengan matang sebelum aksi ini dieksekusi. sebagai bagian dari otak aksi, aku merasa deg - degan, karena ini merupakan pengalaman pertamaku melakukan ini yang memang sejak tahun lalu ingin kulaksanakan. :D
Ternyata perjuangan kami beroleh hasil yang indah.. Para negosiator yang juga sahabat - sahabat karibku turun dengan wajah berseri - seri. Mereka mengatakan bahwa dekanat menyanggupi tuntutan kami setelah proses negosiiasi yang ruwet dan alot. Segera lagu "Totalitas Perjuangan" pun kami dendangkan bersamaan dengan teriknya mentari yang mulai membakar kami, semangat kami, dan harapan kami. Rasa haru bercampur bahagia terbuncah dari wajah kami, para aktivis dan mahasiswa FIB. Harapan selalu ada untuk mereka yang berani berusaha. 

Masih di Bulan Oktober juga, lagi - lagi kami menyanyikan lagu Indonesia Raya ini, yakni pada saat akan memulai kuliah tamu yang dihadiri oleh salah satu anggota DPR RI, Puan Maharani, cucu sang Putra Fajar di gedung Widyaloka. Saat itu, jujur saja badanku merinding dari awal sampai akhir lagu. Seakan jiwa para patriot bangsa bersatu dengan jiwaku. sensasinya luar biasa! Burrr... Rasa Nasionalisme itu seakan menyala kembali. spiritku terisi lagi sebagai anak bangsa. saat itu pula Bu Puan, menyampaikan dalam pidatonya tentang peranan generasi muda dalam perjuangan bangsa dalam rangka peringatan Sumpah Pemuda. Bangsa yang satu, Bangsa Indonesia. Tanah air yang satu, tanah air Indoensia. Bahasa yang satu, Bahasa Indonesia.  Beliau juga mengingatkan pesan kakeknya, sang Proklamator Ir. Soekarno : JAS MERAH. Jangan sekali - sekali melupakan sejarah. Sejarah adalah spion yang kita gunakan untuk menyongsong masa depan agar tak jatuh pada lubang kesalahan yang sama seperti di masa lalu. Benar - benar super!

ah... rasanya aku ingin mencari momen - momen lain untuk mengumandangkan lagu yang khidmat ini. Ingin rasanya bisa mengalami seperti cerita teman - temanku yang menyanyikan lagu Indonesia Raya di puncak Mahameru pada perayaan 17 Agustus, atau menyanyikan Indonesia Raya di negara orang pada saat perayaan 17 Agustus, atau seperti para atlet nasional, sebelum pertandingan dimulai di kancah internasional. Memanggul nama negeri, mengharumkan nama bangsa, membuat bangga ibu pertiwi dan wujud bakti pada negeri sendiri. Semoga suatu saat nanti giliranku kan tiba ^^ 

14102012 @ 12.32 pm


Sunday 7 October 2012

Mengapa menulis?


   “Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tdak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian”  (Pramoedya Ananta Toer). 

Menulis membebaskanku. Membesarkanku. Memberanikanku. Aku menulis untuk membaca kehidupan. Aku menulis untuk berkaca. Aku menulis untuk melepaskan air mata. Aku menulis untuk menjadikanku manusia. Aku menulis untuk membunuh malam. Aku menulis untuk memaknai hidup. Aku menulis untuk bersyukur. Aku menulis karena menulis menyembuhkan. Aku menulis untuk merapikan masa lalu. Aku menulis karena kata - kata bisa menguatkan. aku menulis untuk menggali hati nurani. Menulis adalah meditasi. (Iwan Setyawan, Penulis 9S10A dan Ibuk)

Menulis adalah kegemaran sebagian besar orang. Bahkan kini menulis telah menjadi profesi yang cukup menjanjikan. Banyak sekali penulis – penulis terkenal yang menjadi millionaire sebagai efek dari buku – buku yang mereka tulis terjual berjuta – juta kopi di seluruh dunia dan diterjemahkan ke dalam berbagai macam bahasa, sebut saja J.K Rowling dengan serial Harry Potter nya atau penulis Indonesia yang meledak dengan tetralogi Laskar Pelanginya, Andrea Hirata. Apalagi setelah novel – novel best seller mereka difilmkan dan meraih sukses serta keuntungan yang luar biasa. Wow! Siapa yang tak ingin seperti itu?  Semua orang pasti ingin. Produktif, karya-karyanya diterima oleh masyarakat, terkenal dan juga kaya. Perlu kita ingat, mereka tidak begitu saja tiba – tiba terkenal. Kerja keras dan perjuangan mereka sangat besar, dan mereka layak untuk mendapatkan itu semua. Sebenarnya kegigihan dan perjuangan mereka itulah yang mahal. Dan dari merekalah..para penulis – penulis besar itu, aku belajar dan terinspirasi.
Aku menyukai dunia tulis – menulis sejak SD. Pada saat itu, pelajaran yang aku sukai adalah Bahasa Indonesia terutama pada bagian mengarang. Masih teringat jelas, setelah liburan sekolah usai, guru Bahasa Indonesia ku memberi tugas untuk membuat karangan tentang liburan sekolah. Saat itu, ceritaku masih sangat sederhana, kalau tidak pergi ke rumah nenek di desa, ya liburan di rumah saja. Maklum, ketika liburan sekolah, kedua orang tuaku harus bekerja, dan impian liburan ke pantai, gunung, kota lain harus dikubur perlahan – perlahan. Namun demikian aku senang, liburan di desa menjadi hal yang luar biasa untuk kukenang saat ini. Berkumpul dengan kakek, nenek, saudara sepupu yang juga sama – sama liburan, pergi ke sawah, sungai, berpetualang, mencari belalang, mendengarkan dongeng dari kakek sebelum tidur. Ah.. indah sekali, dan tanpa kusadari, hal – hal tersebut menjadi inspirasiku saat ini. ^^
Kegiatan menulis tak pernah terlepas dari kegiatan membaca. Membaca menjadi hobiku sejak aku bisa mengeja kata. Aku sangat berterima kasih kepada guru TK ku, Bu Endang, Bu Asmuda dan Bu Richanah yang telah mengenalkanku pada aksara. Tak lepas pula peran Bapak dan Ibu yang selalu membelikanku majalah anak – anak dan buku – buku dongeng yang full colour juga permainan abjad yang menarik. Informasi dalam buku – buku tersebut memberiku banyak wacana yang tersimpan di brain storage yang sampai saat ini kugunakan sebagai amunisi untuk menulis. Sayang kini semuanya sudah hilang satu per satu.
Usia tampaknya berpengaruh pada sumber bacaan dan pola pikir kita. Masa – masa SD, buku – buku dongeng, fabel dan majalah anak – anak, seperti Bobo, Mentari, Aku Anak saleh dan Ina lah yang menemaniku menghabiskan waktu. Masa – masa SMP mulai membaca novel ringan seperti teenlit dan juga serial Harry Potter yang membuat imajinasi semakin subur. Sejak saat itu aku mulai untuk menulis diary. Dan aku sangat bersyukur, kebiasaanku menulis diary ini membawa dampak baik di masa depan. Kemudian masa – masa SMA, sudah mengarah pada novel – novel yang agak tebal seperti Tetralogi Laskar Pelangi, 5 cm,  KCB, AAC dll. Dan kecintaanku pada karya sastra semakin dalam dan tersalurkan semenjak aku menjadi siswa kelas Bahasa SMAN 1 Malang. Di sini aku menemukan keluarga yang juga mencintai membaca dan menulis. Apalagi saat di SMA ini, aku mulai mengenal berbagai bahasa selain Indonesia dan Inggris. Ada mandarin, perancis, jerman, arab dan jepang. Dan dari sinilah petualanganku di ranah bahasa dan sastra dimulai yang nantinya aku berharap akan menjelajahi tanah asal bahasa – bahasa tersebut.
Menginjak bangku kuliah, aku senang sekali memiliki banyak teman pecinta sastra dan bahasa. Ya aku menjadi mahasiswi Bahasa dan sastra Prancis. Kebiiasaan menulisku ini banyak membantu dalam mengerjakan tugas – tugas yang diberikan dosen. Kegiatan menuliskupun tak hanya seputar sastra. Sejak bergabung dengan Lembaga Pers Mahasiswa Fakultas, aku belajar menulis berita, reportase, esai, editing, dan layouting. Bergabung bersama orang – orang kritis dalam lembaga ini sedikit demi sedikit mengubah pola pikirku untuk lebih analitis dan kritis. Namun demikian, aku masih mempunyai ruang untuk menulis sastra ketika bergabung dengan Komunitas Mata Pena. Sayangnya aku tidak dapat berkontribusi banyak di sini karena di sisi lain aku mempunyai tanggung jawab dan kewajiban mengurus organisasi lainnya.
Saat ini aku lebih menyukai karya – karya sastra yang mengajak berpikir lebih, buku perjalanan, dan karya sastra yang mengandung motivasi. Seperti serial supernova, buku – buku tere liye, buku – buku Dewi Lestari, Fahd Djibran, dan lain – lain. Semua benar – benar menginspirasiku. Apalagi setelah aku bergabung dalam goodreads. Jejaring sosial untuk para pecinta buku.  Di sana, kita bisa memberi penilaian buku apa saja yang kita baca, mereviewnya, membaca synopsis buku yang ingin kita baca, atau berdiskusi dengan para pecinta buku lainnya.
Kawan, pernahkah mendengar tentang teori motivasi, ketika kita menginginkan sesuatu, kita harus bergerak menuju hal tersebut hingga kemudian, semesta pun berkonspirasi untuk mewujudkannya. Ini nih lebih tepatnya “And, when you want something, all the universe conspires in helping you to achieve it.” The Alchemist,  page 23, by Paulo Coelho.
Nah, menjadi seorang penulis buku adalah cita – citaku. Untuk menjadi seorang penulis aku pun ingin bertemu dan menimba ilmu dari penulis – penulis dan seniman favoritku yang karya – karyanya selalu bisa menginspirasiku untuk menulis. Beberapa di antaranya tanpa kusadari telah terwujud dan aku bersyukur karenanya.  Baik yang dipertemukan dalam suatu forum kepenulisan atau hanya sekedar booksigning, hal tersebut merupakan suatu kebahagiaan buatku. Aura positif mereka menular. Mereka adalah :
-          Habiburrahman El Shirazy atau yang akrab disapa Kang Abik. Saat itu aku bertemu dengan beliau dalam acara SMAN 3 Malang di aula skodam pada tahun 2008 dalam rangka bedah buku Ayat – Ayat Cinta. Sayang sekali pada saat itu aku lupa membawa bukunya untuk ditandatangani.
-          Afifah afra, Penulis yang aktif di FLP ini kukenal lewat karya – karya islaminya yang sering kubaca ketika SMP. Kami bertemu di FIB dan beliau diundang oleh Kerohania Islam FIB (GenQ) pada 2009.
-          Boim Lebon, penulis yang punya gaya penulisan kocak ini adalah penulis Lupus, novel dan film kocak jaman SD. Kami dipertemukan dalam forum kepenulisan yang diadakan oleh mahasiswa FPIK UB pada 2010. Dan lagi – lagi saya lupa membawa bukunya untuk ditanda-tangani.. :(
-          Sujiwo Tejo. Siapa yang tak kenal dengan seniman nyentrik ini ? Karya – karya dan pemikirannya yang “nyleneh” membuatku harus berpikir dengan cerdas untuk menelaahnya. Dan dari beliau aku belajar tentang khasanah budaya jawa seperti wayang. Kami bertemu dalam sarasehan budaya yang diselenggarakan oleh BEM FIB dalam rangkaian Parade Budaya.
-          Ahmad Fuadi. Penulis yang melambung namanya lewat kisah inspirasi Negeri 5 Menara ini luar biasa. Semangat Man Jadda wa jada yang dijadikan tagline dalam karya – karyanya ini mampu memotivasi para penikmatnya. Kami bertemu dan dalam seminar yang diadakan oleh BEM FTP UB pada 2011. Di sini beliau banyak berbagi tentang tips memperoleh beasiswa ke luar negeri. Beliau pernah mendapatkan 8 beasiswa ke luar negeri. klik di sini
-          Dewi Lestari. Bahagia sekali bertemu dengan penulis wanita multi-talented ini. Kami bertemu di Gramedia Matos dalam acara booksigning Supernova Partikel pada 2012.  Sudah lama sekali aku ingin bertemu dengan beliau karena aku sangat terkesan dengan karya – karyanya. Sangat menginspirasi. Dalam kesempatan ini tidak ada talkshow, hanya sesi booksigning dan foto. Wow..sore itu hall gramedia dipenuhi oleh para penggemarnya. Selain itu, beliau juga menyempatkan untuk menulis beberapa kata motivasi untuk ku :



dewi lestari and I :)


pertikel's book signing
-          Putu Wijaya. Seniman senior ini diundang oleh BEM FIB UB dalam rangka parade Budaya 2012. Sebelum bertemu beliau, jujur saja aku tak mengenal karya beliau. Hanya tahu namanya saja, jadi aku putuskan untuk membaca salah satu novelnya sebelum datang ke acara sarasehan dengan beliau malam itu. Benar – benar sarasehan yang menarik, hal ini pernah kusinggung dalam klik di sini
-          Darwis Tere Liye. Penulis beberapa novel best-seller ini pembawaannya santai dan low profile. Novel fenomenalnya yang kemudian difilmkan adalah “Hafalan Surat Delisa”. Kami bertemu dalam forum kepenulisan yang diadakan oleh LPM Diagnostika FK UB pada 2012. Dari beliau aku banyak belajar tentang pemahaman dalam menulis. >> klik di sini
vera, aku, hiday dan tere liye
Sebenarnya masih banyak penulis – penulis yang ingin saya temui, seperti Andrea Hirata, Andre Budiman, Donny Dirgantoro, Adenita, Tasaro GK, Iwan Setyawan dll. Semoga suatu saat bisa bertemu dengan mereka atau bahkan aku juga ingin bisa bertemu dengan JK Rowling, Paulo Coelho dan Christoper Paolini.
Yang jelas, buatku, menulis adalah berbagi, terapi dan juga prestasi.  Semoga akan terwujud suatu hari nanti.Amiin ^^

07102012 @ 6.43 am

Catatan penting “Inspiring Writing Class with Tere Liye”


-          Penulis yang baik adalah yang tak peduli dengan komentar baik atau buruk
-          Memulai menulis dengan ;
1.       Mencari sudut pandang yang special / yang berbeda dengan cara terus berlatih dan jangan pernah berkata kehabisan ide.
2.       Menulis butuh amunisi.
Bagaimana kita mengisi “gelas” yang kosong kalau “teko” nya kosong?
Maka penulis harus melakukan hal ini :
                + Membaca
                + mengamati
                + mencatat
                + mengumpulkan
                + merekonstruksi
        Atau bisa juga dengan cara membuat daftar sinonim kata
3.       Tidak ada tulisan yang buruk dan tulisan yang bagus, yang ada hanya tulisan yang relevan atau tidak dengan perasaaan pembaca. Novel yang paling laris pun tetap ada yang tidak suka karena semua hanya soal SELERA.
4.       Gaya bahasa adalah kebiasaan. Tulis saja kalimat pertama muncul dari diri sendiri. Menggunakan analogi  tips memasak ibu. Tidak ada rumus yang benar – benar baku, tapi takaran untuk memasaknya pas dan kebiasaannya, begitu pun dengan menulis.
5.       Mulailah dari TULISAN KECIL, PENDEK, tapi BERTENAGA. SEDERHANA tapi BERMANFAAT.
Perbanyak posting untuk portofolio.
6.       Perbedaan besar penulis besar adalah terletak pada kebiasaan untuk latihan, latihan, latihan dan latihan. Menulislah karena SENANG. Lakukan yang terbaik, maka semua hal yang kita inginkan akan datang.

Note : Tak mengapa tulisan yang kita posting di blog tidak ada yang mengomentari, barangkali di suatu tempat sana, ada seseorang yang membaca tulisan kita dan ternyata tulisan kita sangat bermakna baginya memiliki relevansi dengan perasaannya, bahkan mampu membangkitkan semangatnya untuk bertahan hidup. Kita tak akan pernah tahu. 1 tulisan yang mampu menyelamatkan hidup sebuah nyawa atau memberi inspirasi hidup  lebih berarti daripada tulisan – tulisan best – seller yang tidak bisa menginspirasi.
Produktif berkarya yang bermakna dan bermanfaat! SEMANGAT!
SELAMAT MENULIS!! ^^
07102012 @ 8.55 am

Tuesday 2 October 2012

AIMER :)

Love love love
Aku tak pernah membayangkan bertemu dengannya. Bagiku dia terlalu tinggi dan sulit diraih. Menyapanya saja tak sanggup apalagi untuk mendapatkan hatinya. Dia terbang tinggi dengan sayap merah jambu indahnya. Bebas mengekpresikan keelokan jiwanya. Dedaunan, aneka bunga hingga rerumputan mengaguminya. Tiada lelah ia menyapa mereka meski sayapnya tak lagi cerah. Mentari memberinya harapan untuk terus bertahan. Cinta yang tumbuh dalam hatiku mekar bagai bunga di musim semi. Baru ku tahu, kekuatan dahsyat bernama cinta yang kupupuk diam - diam selama inilah yang menguatkanku. Rasa cinta itu bertransformasi. Menyatu bersama rangkaian kata – kata cinta yang tak mampu kuhitung banyaknya. Kata – kata itu berasal dari para penyair dan para pecinta. Kata – kata yang tulus, berwarna – warni yang mampu membuatmu terbang lebih tinggi. Dan….hey! cintaku mempunyai sepasang sayap. Cintaku ikut terbang bersama rangkaian kata – kata itu. Mendekati si sayap merah jambu yang pesonanya saja membuatku silau. Cintaku berbicara dengan bahasa yang tak kumengerti meski telah kueja. Cintaku terus saja mengepakkan sayapnya, tak pernah lelah. Cintaku tetap tegar meski panas mentari membakarnya, meski mendung kerap menakutinya dengan petir berbalut hujan. Ah…Cintaku dengan gagahnya tetap menjaga si sayap merah jambu. Si sayap merah jambu yang semula tak pernah menoleh padaku, kini tersenyum padaku. Aku memang tak dapat menemaninya terbang setinggi itu, cukuplah ia tahu, cintaku bersamanya. Menjaganya. Mendamaikannya. Cintaku yang sederhana itu telah terbang lebih tinggi daripada yang aku bayangkan sebelumnya. Aku merasa bahagia. Aku, si kupu – kupu kecil bersayap kuning yang selalu menghargai dan mencari makna cinta. 

02102012 @00.58